Minggu, 07 Agustus 2011

Keutamaan Puasa

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (Yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (al- BAqarah: 183-185)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah bersabda: "Allah berfirman: "Setiap amalan anak Adam adalah untuknya sendiri melainkan puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, dan puasa itu adalah benteng, maka jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, hedaknya jangan berkata kotor, juga jangan marah, dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaknya ia mengatakan: "Sesungguhnya aku sedang berpuasa". Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya, nafas (Bau mulut) orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada wanginya isik. Orang yang berpuasa punya dua kebahagiaan; jika ia berbuka ia gembira, dan jika menemui Rabb-nya nanti, ia akan bahagia dengan puasanya." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda : "Barangsiapa menfkahkan dua pasang harta di halan Allah, maka ia akan di panggil dari pintu-pintu Surga: "Wahai hamba Allah ini adalah suatu kebaikan !" dan barangsiapa termasuk orang yang rajin shalat, maka ia akan dipanggil dari pintu Shalat, dan barangsiapa yang ahli jihad, maka ia akan dipanggil dari pintu jihad, dan barang siapa yang termasuk ahli puasa, maka ia akan dipanggil dari pintu Rayyan, dan barang siapa yang termasuk ahli sedekah maka ia akan dipanggil dari pintu sedekah."
Abu Bakar berkata: "Bapak atau Ibuku sebagai tebusanmua wahai Rasulullah, orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu tidak akan mendapatkan kesusahan sama sekali, tapi apakah ada seseorang yang dipanggil dari semua pintu-pintu tadi wahai Rasul?" Beliau menjawab: Benar, memang ada, dan aku berharap kamu termasuk diantaranya." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Sahl Ibn Saad, dari nabi beliau bersabda: Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu, yang disebut Rayyan, orang-orang yang ahli puasa akan memasukinya nanti pada hari kiamat, tidak akan masuk melewatinya seorangpun selain mereka, dikatakan: "Mana orang-orang yang ahli puasa?" Maka mereka berdiri, tidak ada seorangpun yang akan masuk darinya selain mereka, dan jika mereka telah masuk, pintu itu akan tertutup, maka tidak seorangpun yang akan masuk darinya." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Said al-Khudriy, dia berkata: "Rasulullah bersabda: "Tidak ada seorang hambapun yang berpuasa sehari di jalan Allah, melainkan Allah akan menjauhkan mukanya dari api Neraka karena hari itu sejauh tujuh puluh tahun." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, dari Nabi beliau bersabda: "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: "Jika datang bulan Ramadhan, pintu-pintu Surga akan dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan akan dibelenggu."(HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: "Puasalah karena melihat bulan, dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihat bulan, maka jika tidak tampak oleh kalian (karena mendung) maka genapkanlah hitungan Sya'ban tiga puluh hari." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, dari Nabi, beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang memang berpuasa sebelumnya, maka hendaklah ia berpuasa hari itu." (HR. Bukhari-Muslim)
*********************************************************************

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda: "Jika sya'ban tinggal setengahnya, maka jangan berpuasa!!" (HR. Turmudzi dan berkata "hadits hasan shahih")
*********************************************************************

Dari Abu al-Yaqzhan, Ammar Ibn Yasir, dia berkata: "barangsiapa puasa pada hari ia ragu (Apakah sudah masuk Ramadhan atau belum), maka ia telah maksiat (membangkang) Abu al-Qasim (Rasulullah)." (HR. Abu Daud dan Turmudzi dan ia berkata" "Hadits hasan shahih")
*********************************************************************

Dari Thalhah Ibn Ubaidillah, sesungguhnya Nabi jika melihat HILAL, beliau membaca :
"Allahumma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamati wal islam, Rabbi wa Rabbuka Allah, hilahu rusyidin wa khoirin."
(Wahai Allah Tampakkanlah (bulan ini) pada kami dengan aman dan iman. keselamatan dan Islam, Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah, bulan petunjuk dan kebaikan). (HR. Turmudzi dan berkata: "Hadits hasan")

Yang mana dulu nih??

Suatu hari seorang pemuda berpapasan dengan seorang gembala domba.

Terjadi percakapan seperti ini:

Pemuda : "pak, boleh nanya nih?"

Gembala : "boleh".



Pemuda : "domba-domba bapak sehat sekali. Bapak kasih makan apa?"

Gembala : "yang mana dulu nih? Yang hitam atau yang putih?"



Pemuda : "Mmmm... yang hitam dulu deh..."

Gembala : "oh,kalau yang hitam, ia makannya rumput gajah."



Pemuda : "oh... Kalau yang putih?"

Gembala : "yang putih juga..."



Pemuda : "Hmmm...domba-domba ini kuat jalan berapa kilo pak?"

Gembala : "yang mana dulu nih? Yang hitam atau yang putih?"



Pemuda : "Mmmm... Yang hitam dulu deh..."

Gembala : "oh, kalau yang hitam, 4 km sehari."



Pemuda : "kalau yang putih?"

Gembala : "yang putih juga... Mendengar jawaban itu, si pemuda mulai gondok.



Pemuda : "domba ini menghasilkan banyak bulu ngak pak, per tahunnya?"

Gembala : "yang mana dulu, nih? Yang hitam atau yang putih?"



Pemuda : "(dengan kesalnya) yang hitam dulu deh...!!!

Gembala : "oh, yang hitam, banyak... 10kg/tahun."



Pemuda : "kalau yang putih...?"

Gembala : "yang putih juga."



Pemuda : " BAPAK KENAPA SIH SELALU NGEBEDAIN KEDUA DOMBA INI, KALO JAWABANNYA SAMA?"

Gembala : "Oh begini, Dik. Soalnya, yang hitam itu punya saya..."



Pemuda : "Oh, begitu pak. Maaf, kalo saya emosi... Kalo yang putih?"

Gembala : " Yang putih juga." Pemuda : " >:O >:O >:O ........:'( :'( :'( @@@

Jumat, 01 Januari 2010

Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Mahasiswa

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia di pengaruhi karena adanya teknologi yang semakin berkembang misalnya saja media massa elektronik contohnya Internet, radio, televisi, telepon dsb. Akan tetapi salah satu yang paling mampu mempengaruhi perkembangan pembangunan yaitu televisi Menonton televisi merupakan salah satu hiburan yang cukup digemari oleh sebagian masyarakat di Indonesia selain digemari, juga sebagai media sosialisasi, dan termasuk hiburan yang mampu menyita waktu. Masyarakat Indonesia pada jaman sekarang tidak hanya mencurahkan waktunya untuk televisi, tetapi televisi memiliki pengaruh yang semakin besar terhadap perilaku manusia.
Televisi adalah gambar yang paling kompleks pada media ruparunggu dwimatra dinamis (moving audiovisual media). Televisi mmenghadirkan suatu revolusi dimana manusia dihadapkan pada jaman komunikasi visual pada layar televisi. Revolusi pertama komunikasi massa berangkat dalam abad ke lima sebelum kristus, yakni ketika terjadi transisi dari budaya lisan ke budaya tulis di Athena. Yang kedua bertolak di Eropa dalam abad ke lima belas ketika muncul mesin cetak Gutenberg, yang merupakan suatu revolusi dalam komunikasi massa. Revolusi ketiga adalah apa yang dikenal sebagai penemuan dan penyebaran informasi melalui televisi sebagai intinya. Perkembangan ini membuat televisi dikenal sebagai The second god (Tondowidjojo 1999:57). Dan orang-orang Belanda mem-pleset-kan singkatan TV menjadi Tweede-Vrouw (Istri Kedua).
Siaran televisi pertama di Indonesia ditayangkan pada tanggal 17 Agustus 1962 bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan republic Indonesia yang ke-17. Siaran tersebut berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 WI untu meliput upacara peringatan hari proklamasi di Istana Negara dan yang menjadi stasiun televisi pertama yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Sekarang stasiun televisi telah banyak di Indonesia seperti TvOne, Indosiar, TPI, RCTI, SCTV, Trans Tv, Trans 7, Global Tv, Metro Tv, dsb. Otomatis program/acara televisi pun makin beragam, dari mengenai berita nasional hingga internasional hanya dalam sekejap dapat diketahui, program reality show, sinetron, infotaiment, hingga film khusus anak-anak pun telah ada. Akan tetapi dari beragaman program/acara yang disiarkan belum tentu semuanya dikomsumsi oleh masyarakat khususnya mahasiswa. Dimana mahasiswa di sini sebagai obyek yang akan diseminarkan dan pengaruh perilakunya terhadap televisi.
Akibat televisi bisa bermacam-macam. Mulai dari perilaku meniru idola, tokoh kartun, atau terinspirasi untuk membuat video klip, sampe menurunnya minat baca. Sekalipun tidak pernah ada yang dapat membuktikan , televisi telah dituding sebagai pemicu sikap agresif atau beberapa sikap buruk lainnya. Televisi bisa juga menjadi media sosialisasi. Kekuatan pengaruh televisi dalam kehidupan kita sehari-hari terlihat dari pendapat Foster Wallace dalam buku Fictional Futures (1988) yang dikutip Garin Nugroho berikut ini :
“Kita hidup bersamanya, tidak hanya melihat……… maka tidak seperti generasi yang lebih tua, manusia abad ini tidak punya ingatan tentang dunia tanpa membicarakan televisi. Ingatan tentang dunia terbangun bersama didalamnya”
Akan tetapi mahasiswa sebagai obyek penelitian disini merupakan seorang individu yang mampu berpikir rasional, mampu memilih yang mana baik untuk mereka maupun mana yang tidak baik untuk mereka, televisi merupakan hiburan yang paling sering dikonsumsi sebagai pelengkap kebutuhan psikologi. Adapun hiburan yang mampu menyainginya adalah internet akan tetapi penggunaan internet sangat sulit dipergunakan selain perngkatnya mahal juga pengoperasiannya sangat sulit. Berbeda dengan penggunan televisi yang mampu menjadi hiburan keluarga karena pengoperasiannya tidak begitu sulit dan perangkatnya pun mudah didapatkan. Karena itu televisi dijadikan sebagai perangkat hiburan bagi Mahasiswa dan bagaimana pengaruhnya dari tayangan-tayangan yang ada sekarang ini, Bagaimana mahasiswa menyikapi tayangan-tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi dan bagaimana bisa mempengaruhi pola pikir mahasiswa ? serta apa efek perilaku yang ditimbulkan. Untuk itu saya mencoba membuat seminar pembangunan yang berjudul “pengaruh televisi terhadap perilaku mahasiswa”.


II. Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang masalah, dari berbagai masalah yang telah diidentifikasikan, maka ada beberapa hal yang menjadi rumusan masalah.
Adapun rumusan masalah yang dimaksud, yaitu :
1. Bagaimana bentuk perilaku yang dihasilkan dari program acara televisi terhadap mahasiswa ?
2. Bagaimana peran orang tua dalam menentukan program acara televisi terhadap mahasiswa?
III. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk perilaku yang dihasilkan mahasiwa terhadap tontonan televisi.
2. Untuk mengetahui peran orang tua dalam menentukan program acara televisi terhadap mahasiswa.








BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

Teknologi merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang ada, teknologi juga merupakan alat ukur suatu masyarakat terhadap suatu bangsa yang dianggap lebih maju. Teknologi merupakan objek dari kebudayaan materialisme, kaum materialism memandang manusia sebagai materi, realitas konkret, bersama dengan produk-produk pikiran manusia dan benda-benda, dan produk pikiran seperti teknologi, ilu pengetahuan, pengetahuan nilai-nilai, hukum, agama, dan kebudayaan.
Materialisme menurut Marvin Harris didefinisikan sebagai perspektif teoretis yang berpendapat bahwa ada hubungan kausal antara kekuatan-kekuatan materi dan aspek-aspek kebudayaan. Dalam prinsip-prinsip materialisme kebudayaan dijelaskan mengenai pola universal pada sistem universal sistem budaya yang dikonsepsikan oleh materialisme kebudayaan terletak pada konstanta biologi dan psikologi dari hakikat alamiah manusia, dan pada pembedaan antara pikiran dan perilaku, emik, dan etik. (Harris 1979:97-114).
Menghimpun pandangan materialisme mengenai mekanisme perubahan dalam masyarakat menurut Thorstein Veblen dan W.F. Ogburn. Veblen terutama memusatkan perhatian pada pengaruh teknologi terhadap pikiran dan perilaku manusia. Ia menyatakan pola keyakinan dan perilaku manusia, terutama dibentuk oleh cara mencari nafkah dan mendapatkan kesejahteraannya, yang selanjutnya adalah fungsi teknologi. Sedangkan menurut Ogburn berpendapat bahwa teknologi adalah mekanisme utama perubahan, nampaknya disangkal oleh sejumlah besar bukti historis.
McLuhan menyatakan : “ Setiap teknologi, secara bertahap, menciptakan lingkungan kehidupan manusia yang sama sekali baru”. Menurut pandangan ini, teknologi adalah kekuatan yang sangat besar dan tak terbendung pengaruhnya terhadap perubahan.
Televisi merupakan salah satu teknologi yang mampu melakukan perubahan yang dimaksud baik itu berupa tingkat kemajuan Negara maupun secara individu dapat merubah pikiran dan perilaku kita. Televisi telah menjadi sumber hiburan yang menarik. Akibatnya, orang betah di rumah lebih lama karena berkurangnya kebutuhan mencari hiburan di luar rumah. Ini berarti meningkatkan isolasi atau mempengaruhi pola-pola interaksi dan televisi mampu mengendalikan pikiran setiap individu dan mengubah pola tingkah lakunya baik itu dengan menambah atau membuat tren-tren yang baru.






















BAB III
PEMBAHASAN

Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah, tabloid) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD). Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku masyarakat.
Televisi merupakan produk dari kebudayaan modern sebagai pemenuhan kebutuhan hiburan bagi manusia, sedangkan kebudayaan menurut Abu Ahmadi (2004: adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa. Jadi media televisi pada hakekatnya merupakan dari cipta kreatif para ilmuwan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kalau dilihat dari segi komunikasi massa, televisi temasuk ke dalam saluran (chanel) untuk menyampaikan pesan kepada khalayak supaya pesan diterima dengan baik. Ini diungkapkan oleh Lasswell dalam Wiryanto (2006:70) bahwa komunikasi massa terdiri dari unsur-unsur sumber (source), pesan (message), saluran (chanel), penerima (receiver) serta efek (effect). Karena merupakan media komunikasi massa maka tidak terelakan lagi televisi dapat dilihat dan ditonton oleh setiap orang dari berbagai tingkatan usia, mulai dari anak-anak, dewasa, sampai orang tua. Celakanya televisi ternyata membawa dampak negatif yang lebih besar dari pada dampak positifnya.
1. Pengertian Televisi

Media televisi adalah suatu alat untuk menyampaikan informasi komunikasi secara aktif maupun pasif. Sedangkan Televisi berasal dari dua kata yaitu( tele ) yang artinya jauh dan (visi) artinya pandangan, yang bermakna pandangan jarak jauh. Namun arti secara global adalah sebuah alat media informasi audio visual satu arah.(dalam Google) Media yang paling popular dan tersebar (di Amerika dan mungkin juga di Indonesia), masyarakat yang tidak menikmati televisi telah semakin berkurang. Di Amerika Serikat pesawat televisi rata-rata disetel sekitar tujuh jam sehari. Ini berarti lebih dari 2500 jam per tahun , atau 106 hari per tahun. Dalam seminggu ini berarti 47 jam, lebih dari waktu yang digunakan orang untuk bekerja atau tidur. Walaupun kita dapat berbeda pendapat mengenai apakah ini baik atau buruk, kita pasti berpendapat kehidupan orang Amerika tanpa televisi pasti akan sama sekali berbeda dari yang ada sekarang. Selama 10 atau 15 tahun yang lalu televisi telah berubah drastis. Selama 10 atau 15 tahun yang akan datang perubahannya mungkin akan jauh lebih besar lagi. TV kabel (di Amerika), pada mulanya dirancang untuk memperbaiki penerimaan siaran, sekarang ia telah menjadi program khusus yang di nikmati lebih dari 50 juta rumah (Devit 1990) Secara umum Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi.
Menurut Istilah Oemar Hamalik dalam bukunya Media Pendidikan menyatakan bahwa: “Televisi adalah suatu perlengkapan elektronik yang pada dasarnya adalah sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara”.

2) Perkembangan Televisi di Indonesia
Teknologi televisi masuk ke Indonesia bersamaan dengan dilangsungkannya peristiwa akbar Olah raga Asian Games di tahun 1962. Embrio penyiaran televisi lahir bersamaan dengan didirikannya TVRI oleh Presiden Soekarno.Dengan adanya kehadiran Satelit Palapa untuk pertama kalinya di tahun1976, TVRI bisa diterima hampir seluruh tanah air. Siaran pembangunan, hiburan, dan pendidikan mudah diterima masyarakat. Sehingga, setidaknya masyarakat bisa well-informed dengan pelbagai peristiwa seputarnya.TVRI mulai menerima iklan lebar-lebar dipenghujung 1980. karena didugakehadiran iklan terutama untuk kalangan masyarakat pedesaan, memicu pola konsumerisme. Maka, pada 1981, tayangan iklan di TVRI dihentikan (Malik,1997 : 37).
Setelah sekian lama TVRI memonopoli bidang siaran sejak 1963, pemerintah pun kemudian merangkul pihak swasta untuk ambil bagian dibidang siaran televisi. Pada 1988 RCTI diberi hak siaran. Televisi milik grup Bimantara pimpinan Bambang Trihatmojo, mulai beroperasi sejak April 1989 dan diresmikan pada 24 Agustus 1989 tepatnya pada hari lahir TVRI ke-28.Meskipun, siarannya masih terbatas di Jakarta saja, dengan menggunakan antena parabola.
Pada 1991, deregulasi televisi swasta makin melaju, hal ini terlihat dari pemberian izin lahirnya Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang dikelola PT.Cipta Televisi Pendidikan Indonesia milik Siti Hardiyanti Indra Rukmana. Diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991, bertempat di studio 12 TVRI Senayan Jakarta.
Melalui aturan yang mulai melonggar itu, RCTI dan SCTV segera membangun pelbagai stasiun relay-nya di beberapa kota. Pada 1993 itulah RCTI dan SCTV yang tadinya satu atap manajemen, kini berpisah untuk mengatur dirinya masing-masing. Keduanya bisa bebas bersaing. Diawal 1993 lahir pula AN-TV, menyusul berikutnya Indosiar yang resmi go public awal 1995. Indosiar dimodali oleh Sudono Salim alias Liem Siue Liong dan keluarga Supardjo Rustam. Tampil pertama kalinya, Indosiar menayangkan film yang baru diproduksi dan belum beredar di bioskop. Hal ini mengejutkan banyak pihak.
Lahirnya televisi swasta dengan perkembangannya, merupakan upaya pemerintah untuk mengimbangi masuknya siaran televisi asing yang dianggap dapat membahayakan masyarakat Indonesia. Sekarang akibat pesatnya perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia,kita bisa menyaksikan 12 televisi swasta nasional, diantaranya; RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, MetroTV, TransTV, Trans7, TVOne, GlobalTV, SunTV dan MakassarTV Dengan banyaknya stasiun televisi maka persaingan untuk memperebutkan kue iklan semakin ketat.
Media televisi akan berusaha menayangkan acara yang menarik bagi khalayak. Sehingga khalayak akan betah menikmati tayangan televisi yang menarik dan“bagus.” Melalui rating, berupaya untuk meraup iklan sebanyak-banyaknya. Karena,makin tinggi rating sebuah program, maka semakin tinggi pula raihan iklan yang akan diperoleh. Maka TV swasta saling mengejar rating lewat tayangan tayangan yang dapat menarik hati pemirsa.

3. Pengertian Prilaku
Prilaku dalam bahasa inggris disebut dengan behavior yang berarti sebarang respon (reaksi,tanggapan,jawaban,balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme. Secara khusus berarti bagian dari satu kesatuan pula reaksi, suatu perbuatan atau aktivitas, satu gerak atau kompleks gerak-gerak.
Sebagian besar perilaku manusia merupakan hasil belajar. Penerapan prinsip belajar dalam membentuk perilaku merupakan prinsip dasar perilaku. Ada tiga prinsip dasar perilaku, yaitu 1. Perilaku yang prinsip dasar pembentukkannya melalui kondisioning respon, 2. Perilaku yang prinsip dasar pembentukkannya melalui kondisioning operan, dan 3. Perilaku yang pembentukkannya melalui modelling. Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik. Pembelajaran berlangsung di perguruan tinggi dan di mana saja di seputar dunia mahasiswa. Ada empat asumsi mengenai belajar (Parson,2001,h.206) yaitu ;
1) Kita dapat mempelajari hal yang bermanfaat dan hal yang kurang bermanfaat.
2) Kita tidak selalu menyadari apa yang sudah kita pelajari.
3) Hasil belajar tidak selalu mudah kelihatan atau tampak.
4) Ada jenis dan tingkat belajar.

4. Pembentukan Prilaku.
Ada tiga model pembentukan prilaku manusia pada umumnya secara rinci dijelaskan di bawah ini:
1. Perilaku yang prinsip dasar pembentukkannya melalui kondisioning respon,
Perilaku yang prinsip dasar pembentukkannya melalui kondisioning respon atau pembiasaan klasik ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen Psikolog Rusia Ivan Pavlov ( 1849-1936). Pada dasarnya classical conditioning adalah suatu teori yang menjelaskan bagaimana kita kadangkala mempelajari respon-respon yang baru sebagai sebagai sebuah hasil dari dua stimulus atau lebih yang hadir hampir pada waktu yang sama
2. Perilaku yang prinsip dasar pembentukkannya melalui kondisioning operan,
Dalam pengkondisian operan juga dinamakan pengkondisian instrumental. konsekuensi perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi. Arsitek utama pengkondisian operan adalah B.F. Skinner, yang mendasarkan idenya pada pan¬dangan konstruksionis E.L. Thorndike. Hukum efek Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang diikuti hasil positif akan diperkuat, sedangkan yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Pandangannya dinamakan teon S-R. Skinner mengembangkan ide Thorndike ini.
Penguatan (imbalan atau ganjaran) adalah konsekuensi (entah itu positif atau negatif yang meningkatkan probabilitas terjadinya suatu perilaku; hukuman adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Dalam penguatan positif, perilaku meningkat karena diikuti oleh stimulus imbalan (seperti pujian). Dalam penguatan negatif, perilaku meningkat karena responsnya menghilangkan stimulus yang tidak disukai (tidak menyenangkan). Dalam pengkondisian operan juga ada generalisasi, diskriminasi dan pelenyapan. Generalisasi berarti memberi respons yang sama untuk stimuli yang sama. Diskriminasi adalah membedakan di antara stimuli atau kejadian lingkungan. Pelenyapan terjadi saat respons penguat sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responsnya menurun
3. Perilaku yang pembentukkannya melalui modelling
Prilaku yang pembentukannya melalui modelling diarsiteki oleh Albert Bandura teori ini juga disebut dengan teori kognitif sosial atau sosial learning theory. Model determinisme pembe¬lajaran resiprokalnya mencakup tiga faktor utama: person/kognisi, perilaku, dan lingkung¬an. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura belakangan ini adalah self-efficacy, keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.

5. Pengaruh televisi terhadap perilaku Mahasiswa
Dampak perilaku mahasiswa yang dapat bisa jadi ditimbulkan akibat menonton televisi diantaranya:
1. Sikap.
a) Ingin mendapatkan dan mencapai sesuatu selekas mungkin (instantly). Dilayar TV, segala sesuatu berjalan cepat. Gaya televisi memang mengharuskan kecepatan itu. Segalanya serba seketika. Hitungan yang berlaku dalam tayangan televisi adalah detik. Jadi,semua tampak cepat.
b) Kurang menghargai proses. Sebagai lanjutan dari ingin cepat mencapai sesuatu, mahasiswa jadi kurang menghargai, bahkan disana-sini ingin mengabaikan, kalau bisa bahwa segala sesuatu ada jalannya. Ada awal, ada proses, baru kemudian ada hasil. Akibatnya,kurang menghargai proses ini, timbul kecenderungan ingin mendapatkan sesuatu lewat jalan pintas.
c) Kurang dapat membedakan khayalan dengan kenyataan. Dengan kemampuan berpikir yang sederhana, mahasiswa yang sudah terbiasa nonton sepanjang hari relatif menganggap apa saja yang ada di layar televisi adalah sesuatu hal yang nyata.
2. Perilaku.
Berbagai acara yang menayangkan tentang pergaulan bebas remaja di kota besar yang sarat akan dunia gemerlap (dugem). Seperti tayangan-tayangan televisi dalam mengonsumsi obat-obatan terlarang, cara berpakaian yang terlalu minim alias sexy, goyang-goyangan yang sensual para penyanyi dangdut, kisah percintaan remaja hingga menimbulkan seks bebas, ucapan-ucapan kasar dengan memaki-maki atau menghina dan sebagainya. Inilah yang seringkali menjadi contoh tidak baik yang sering mempengaruhi mahasiswa-nahasiswa yang berada di kota maupun di daerah untuk mengikuti perilaku tersebut.
Dari tayangan – tayangan tersebut ada mahasiswa yang hanya sekedar menyaksikan, tapi tidak terpengaruh mengikutinya. Dan ada juga mahasiswa yang memang gemar menyaksikan dan terpengaruh untuk mengikuti hal tersebut guna mencari sensasi di lingkungan pergaulan. Mereka inilah yang paling rawan melakukan berbagai pelanggaran, karena mereka mudah terpengaruh dan ingin mencari sensasi di lingkungan pergaulan agar dapat disebut sebagai seorang yang gaul.
Terhadap mahasiswa yang mudah terpengaruh oleh adegan-adegan tersebut, mengakibatkan mereka selalu berbuat iseng dalam bergaul atau dalam bentuk kenakalan. Apalagi mereka bergaul dengan teman yang nakal maka semakin mudah pula mereka terpengaruh. Seperti nonton film porno karena ketertarikan akan program televisi yang bersifat sensualitas hingga menimbulkan suatu bentuk penyimpangan dalam bergaul. Serta cara berpacaran yang sudah melewati batas, hingga menimbulkan seks bebas dikalangan mahasiswa yang pada akhirnya banyak diantara mahasiswa-mahasiswa atau remaja yang menikah di usia muda. Selain itu juga dapat menimbulkan pemerkosaan dan pencabulan diantara kehidupan mahasiswa.
Begitu juga program yang menayangkan adegan kekerasan sehingga mereka yang pola pikirnya masih labil dan emosional cenderung untuk melakukan perilaku yang kasar dan tidak sopan baik kepada teman sendiri, maupun kepada orang tua. Banyak sekali dampak negatif yang dirasakan terhadap mahasiswa hanya saja terkadang mereka tidak terlalu merespon berbagai dampak yang muncul.
Meskipun banyak para mahasiswa terjerumus pada hal-hal yang kurang baik namun tidak semua Intelektual muda terpengaruh oleh tayangan televisi yang menyimpang tersebut. Diantara mereka, pastinya juga ada yang mengambil sisi positif dari acara yang diberikan. Akibat dari tayangan televisi menyimpang dapat terjadi apabila didukung pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan buruk terhadap pergaulan mereka.
Begitu juga tidak semua tayangan mengenai sinetron itu jelek. Jika para mereka dapat mengambil sisi positif dari tayangan tersebut, tentu tidak akan ada masalah terhadap pribadi dan lingkungannya. Namun jika mereka meniru berbagai tayangan yang dinilai kurang mendidik, seperti pergaulan bebas dan saling mempengaruhi diantara lingkungan yanag memang menyediakan lingkungan yang kurang baik. Kemungkinan akan melakukan berbagai penyimpangan, baik dari segi agama maupun moral dan etika bahkan tak jarang memuaskan nafsu akhirnya mhasiswa yang terpengaruh melakukan pelanggaran hukum.

3. Pendidikan
a) Menyita waktu. Banyaknya waktu yang dihabiskan oleh mereka untuk menonton televisi, berarti pengurangan terhadap waktu yang seyogianya diperuntukan bagi aktivitas lain. Mahasiswa yang asyik menonton televisi berlama-lama, akan berkurang waktunya untuk bersosialisasi dengan sesamanya, membuang waktu dengan percuma dan sebagainya.
b). Mengurangi perhatian dan minat akademik. Dengan sendirinya keasyikan pada televisi akan berpengaruh pada minat dan perhatian mahasiswa pada aktifitas kuliahnya. Pengaruh itu antara lain dapat mengganggu konsentrasi akademiknya.
c). Menyaingi minat membaca dan terhadap media lain. Baik secara fisik (kelelahan mata) maupun mental (tuntutan untuk memproses informasi), keasyikan pada televisi berpengaruh terhadap minat membaca.
4. Nilai dan Agama
a) Mengaburkan nilai-nilai agama dan sosial dalam hal respek,kesopanan, susila. Karena banyak sajian televisi berasal dari Negara yang menganut nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan kita. Isi yang ditayangkan sering kali tidak cocok atau bahkan bertentangan dengan yang berlaku ditengah masyarakat.
b) Mengorbankan semangat pemuda dan keduniaan. Sudah menjadi sifat televisi sebagai suatu medium menuntut penampilan tokoh dan watak yang umumnya mencerminkan hal-hal yang menjadi obsesi pemirsa (yang indah rupawan, ganteng, bahagia, dan sebagainya). Perangkat dan aksesori lain yang ditampilkan pun, terutama untuk sajian berbentuk iklan, umumnya mencerminkan kesempatan duniawi.


5. Budaya
a). Mendorong kekaguman yang berlebih pada kebudayaan Barat. Karena yang menjadi sumber utama isi siaran televisi adalah program yang dihasilkan di negara-negara Barat, tidak heran jika timbul kekaguman kepada apa saja yang tampil di layar kaca. Meskipun tidak semua yang disajikan itu hal yang buruk. Perlu upaya untuk mencegah kekaguman yang bersifat membabi buta.
b). Mengurangi perhatian terhadap identitas nasional. Konsekuensi dari hal di atas tadi, membuat minat dan perhatian, bahkan lebih penting lagi penghargaan atau apresiasi terhadap warisan budaya sendiri, atau sesuatu yang menjadi jati diri bangsa menjadi berkurang.
Dampak televisi yang begitu meluas, tidak menjadi alasan kita untuk tidak menggunakan televisi. Banyak program televisi yang bernilai positif, jika kita ada keinginan untuk selektif dalam memilih tayangan.

6. Solusi Alternatif Media Televisi Terhadap Pembentukan prilaku:
Peranan orang tua
Uraian berikut ini dikutip sepenuhnya dari makalah seminar yang dipresentasikan oleh Fuad Ghani bahwa "ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, bila anda menyiapkan dengan baik, diibaratkan anda menyiapkan bangsa yang berakar baik". Syair terkenal dari seorang ulama besar imam Syafi'I menyiratkan betapa pentingnya peranan seorang ibu bagi anak-anaknya sampai ia diibaratkan sebuah sekolah sedangkan kita mengetahui sebuah sekoah di identikkan sebagai tempat menimba ilmu dan mereguk berbagai pelajaran dan pengalaman. Maka tak pelak lagi seorang ibu yang baik seperti halnya sekolah haruis mendidik dan mengajarkan berbagai hal yang baik dan mulia kepada anak-anaknya agar kelak tumbuh generasi yang kuat dan beriman.
Pendidikan Islam adalah sebuah upaya untuk membentuk kepribadian agar sesuai dengan ajaran islam. Barangkali memang benar bahwa orang tua kita dulu mengasuh kita tanpa buku atau majalah seperti sekarang, tetapi zaman sudah berubah. Lain dulu lain sekarang. Sekarang sudah ada televisi, parabola, video game, play station, dan peralatan canggih lainnya, sehingga dalam mengasuh anak sebaiknya orang tidak lagi bertindak atau berpegang bahwa segala sesuatu akan berjalan dengan sendirinya, tetapi perlu perencanaan dan pembaruan dalam pendidikan anak-anak
Saat ini, para orang tua dihadapkan pada tantangan lapisan masyarakat dalam berbagai tingkat usia serta menjadi pemicu tingginya kriminalitas, membuat orang tua krisis moral sedini mungkin, karena seburuk-buruknya akhlak sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang mereka dapat semasa kecilnya.
Mendidik anak memang membutuhkan kesabaran, tidak hanya cukup hanya dengan bekal pendidikan yang memadai. Namun, orang tua juga diharapkan memiliki kepekaan terhadap kebutuhan dan keinginan anaknya, sehingga menghasilkan tindakan-tindakan mendidik yang arif dan bijaksana. Pada masa kanak-kanak, secara psikologis mereka mempunyai ketergantungan yang kuat. Dengan adanya orang tua, menanamkan nilai-nilai moral kan lebih mudah dilakukan daripada ketika mereka sudah dewasa.
Untuk itu unsur-unsur metode mendidik anak yang benar-benar merangsang minat, pemberian motivasi yang tepat, kemampuan berkomunikasi orang tua yang luwes, didinamis, dan penuh nuansa, akan sangat berpengaruh bagi keberhasilan pendidikannya kelak.
Tak ada jalan lain, beragam program televisi yang hadir menjumpai kamar mahasiswa mendorong orangtua harus melek media (media literacy). Artinya, orangtua harus cakap mengoperasikan media; cakap membaca simbol-simbol di belakang makna tayangan; cakap mencari, memilih dan memilah media; serta kalau bisa cakap memproduksi tayangan atau program televisi.

Kurangnya perhatian dari orang tua dan lingkungan yang memang menyediakan pergaulan buruk. Maka memberikan dampak buruk pula bagi mereka untuk mudah larut dalam hal-hal negatif. Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya perhatian orang tua banyak para mahasiswa (Khususnya mereka yang tinggal memondok) mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat membedakan yang mana baik dan buruk. Rasa takut hilang karena menganggap banyak temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan kegiatan lain yang dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan dampak dari kegiatan tersebut akan menciptakan orang-orang yang hedonis.
Peranan Orang Tua Dalam Mengatasi Dampak Negatif Acara Televisi
Menurut Gunarsa ( 1995 : 31 – 38) dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu, secara umum peran kedua individu tersebut adalah :
a. Peran ibu adalah :
1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik
2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten
3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak
4) Menjadi contoh dan teladan bagi anak
b. Peran ayah adalah :
1) Ayah sebagai pencari nafkah
2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan memberi rasa aman
3) Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak
4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi keluarga.

Dari penjabaran mengenai peranan orang tua diatas, dapat disimpulkan betapa besarnya peranan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya, mendidik, mengendalikan anaknya serta menjadi teladan bagi anaknya. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh terhadap perkembangan anaknya dan segala aktivitas anaknya serta harus bisa membimbing, mengawasi dan mengarahkan untuk melakukan kebaikan sesuai dengan kepercayaan (agama) yang dianutnya dan norma yang berlaku dimasyarakat.
Setiap orang tua memiliki tanggungjawab untuk selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oeh sebab itu hal-hal yang sekecil apapun harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai dampak positif atau negatif yang akan ditimbulkan oleh hal yang bersangkutan. Begitu juga mengenai hal televisi ini, yang sudah nyata dampak negatifnya, sudah sepatutnya setiap orang tua mempersiapkan senjata untuk mengantisipasinya.






BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ghani, Fuad
2008 “Mengurangi Dampak Negative Tayangan Di Indonesia”. Seminar dampak media televisi terhadap anak. Hal 1-2. Depok. UI.

Istanto, Freddy H
1999 Peran Televisi Dalam Masyarakat Citraan Dewasa ini (Sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya), Hal 102-103.Surabaya. Universitas Kristen Petra.

Mulkan, Dede
2007 Kualitas Pemberitaan Media Terhadap Tingkat Pendidikan. Faklutas Ilmu Komunkasi- UNPAD. Bandung

Nugroho, Garin
1999 Harapan Memadu Bangsa di Ruang Keluarga, Harian Kompas 10 April.

Purwanta, Edy
2005 Modifikasi prilaku: alternative penanganan anak luar biasa, Hal. 17. Jakarta:Diknas

Saefuddin, Achmad F
2005 Antropologi Kontemporer (Suatu pengantar kritis mengenai paradigm). Jakarta: Kencana.


Saleh, Abdul Rahman
2007 Informasi: Tinjauan Atas Peran Strategis dan Dampaknya Bagi Masyarakat. Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI), Jakarta.


Santi Indra Astuti,
2005 Kekerasan Kriminalitas di Televisi, Bandung

Tondowidjojo. John CM
1999 Komunikasi berbalik menjadi Konsumsi, Warta Paragoaz, Forum Komunikasi Umat.

Ubaydillah
2009 Dampak televisi terhadap remaja dan anak-anak di Indonesia, Universitas Islam Riau, Pekanbaru. Riau.

Yuliyanti, Arrum Chyntia
2008 Media Massa Sebagai Media Sosialisasi, Palangkaraya.

Paradigma Antropologi

Dalam paradigma Antropologi terdapat dua tugas utama yang komprehensif dan progresif. Yang pertama yaitu mengonstruksi paradigma yang berakna produktif yang mampu menjelaskan fenomena manusia yang signifikan. Kedua, mempertajam paradigma tersebut tersebut dengan analisis kritis dan komparatif. Paradigma Antropologi terlebih dahulu dibagi menjadi dua arus besar yang dapat didiskusikan yaitu sinkronis dan diakronis. Adapun 5 paradigma Antropologi yang akan saya angkat dari beberapa paradigma Antropologi yang ada, yakni:
1. Evolusionisme klasik, paradigma ini pertama kali menemukan identitasnya yang jelas dan displin ini berkembang pada akhir abad ke-19. Paradigma ini khususnya pada Lewis Henry Morgan (1977) dan Edward B. Taylor (1871) berupaya menelusuri perkembangan kebudayaan manusia sejak yang paling awal, asal usul primitive, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling kompleks. Paradigma ini mengalami kendala karena mengandalkan data tangan kedua, suatu etnosentrisme implicit, dan kecenderungan menghasilkan teori-teori yang spekulatif dan tidak bisa diuji. Akan tetapi, evolusionisme klasik memilikiandil besar bagi pengembang metode komparatif, yang terbukti merupakan kontribusi amat penting bagi antropologi.

2. Struktural-fungsionalisme, paradigma ini dikembangkan terutama di inggris, khususnya oleh A. R. Radceliffe-Brown (1952) dan B. Malinowski (1922). Prinsip yang melandasi paradigma ini adalah analogi biologi : struktural-fungsionalisme berasumsi bahwa komponen-komponen system sosial, seperti halnya bagian-bagian tubuh suatu organisme, berfungsi memlihara integritas dan stabilitas keseluruhan system. Di Amerika Serikat, paradigma ini menimbulkan dampak terbesar terhadap kalangan sosiolog, di mana Talcott Parsons (1937) adalah salah satu tokoh yang terpenting. Paradigma structural-fungsionalisme secara utuh hanya mengilhami sedikit, itu pun kalau masih ada, penelitian Antropologi masa kini, akan tetapi bagaimana pun konsep fungsi selalu tersirat dalam semua teori Antropogi mengenai struktur masyarakat.



3. Strukturalisme, Paradigma ini dibangun oleh ahli Antropologi Prancis Claude Levi-Strauss (1963; 1976). Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pemikiran manusia—yakni, struktur dari proses pikiran manusia—yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas-budaya. Strukturalisme berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut oposisi binary, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan, dan makanan.


4. Antropologi Psikologi, Pertama kali dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1920-an, pada mulanya disebut “ kebudayaan dan kepribadian”. Anropologi psikologi menekspresikan dirinya dalam tiga topik besar: hubungan antara kebudayaan dan kepribadian individu; dan hubungan antara kebudayaan dan tipe kepribadian khas masyarakat. Penelitian dalam Antropologi psikologi terutama terletak pada konsep-konsep dan teknik-teknik yang dikembngkan dalam psikologi (lihat Campbell dan Naroll 1972). Kedua tokoh kunci dalam sejarah paradigma ini adalah Margaret Mead (1928) dan Ruth Benedict (1934). Paradigma ini masih cukup berpengaruh hingga pertengahan tahun 1980-an, tetapi kemudian surut setelah itu.

5. Antropologi Simbolik, Paradigma ini dibangun atas asumsi bahwa manusia adalah hewan pencari makna,dan berupaya mengungkapkan cara-cara simbolik di mana manusia secara individual, dan kelompok-kelompok kebudayaan dari manusia, memberikan makna pada kehidupannya. Juga disebut “Antropologi interpretif”, paradigma ini berpengaruh besar dalam Antropologi hingga kini.

Antropolinguistik

Pendahuluan

Bahasa adalah bahagian dari kebudayaan ang erat hubungannya dengan berpikir. Dengan demikian, masyarakat dengan budayanya memiliki cara berpikir tertentu yang diekspresikan dalam bahasanya. Bahasa adalah alat intelektual yang paling fleksibel dan yang paling berkekuatan yang dikembangkan oleh manusia. Salah satu fungsinya adalah kemampuannya merefleksikan dunia dan dirinya sendiri. Bahasa dapat kita gunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Demikian juga bahasa itu dapat mendeskripsikan budaya masyarakat pemakai bahasa itu, dan melalui bahasanya kita dapat memahami budaya pemakai bahasa itu yang di dalamnya tercakup juga cara berpikir masyarakatnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di dunia terdapat beragam bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan bahasa agar mereka berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai Antropologi Linguistik, bagaimana bahasa yang di gunakan mempengaruhi budaya atau budaya yang mempengaruhi bahasa. Hampir semua ahli bahasa sepaham dengan isi definisi bahasa yang mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi walaupun banyak definisi bahasa yang diberikan para ahli atau pemerhati bahasa.
Bahasa dan budaya merupakan dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan, karena bahasa merupakan cermin budaya dan identitas diri penuturnya. Hal ini berarti, apakah bahasa dapat mempengaruhi budaya masyarakat atau sebaliknya?, sehingga bahasa dapat menentukan kemajuan dan “mematikan” budaya bangsa. Bahasa sebagai salah satu alat komunikasi digunakan oleh seluruh umat manusia untuk berkomunikasi, berbagi ide, pikiran, perasaan, emosi, dan lain-lain.
Bahasa berkembang bersama dengan budaya. Sulit untuk menentukan apakah bahasa mempengaruhi budaya ataukah budaya yang mempengaruhi bahasa. Berkenaan dengan itu, lahir ilmu 'sociolinguistik' yang merupakan sebuah cabang ilmu linguistic yang mempelajari tentang bahasa dan budaya. Linguistik modern berasal dari sarjana swiss Ferdinand de Saussure, yang bukunya Cours de linguistique generale (mata pelajaran linguistik umum) terbit tahun 1916, secara anumerta. Dalam bahasa Indonesia ahli linguistik disebut “linguis”, yang dipinjam dari kata Inggris linguist. Dalam bahasa (inggris) sehari-hari, linguist berarti ‘seorang yang fasih dalam berbagai bahasa’.
Adapun dalam makalah ini membahas hubungan bahasa dengan kebudayaan, yang berasal dari beberapa pandangan yang telah diberikan para ahli mengenai hubungan kedua bidang itu dan dalam makalah ini terdapat sedikitnya sebelas hubungan yang dapat terperinci antara bahasa dengan kebudayaan.


Pembahasan

1.Apa itu Antropolinguistik, Bahasa dan Kebudayaan ?
Setiap ilmu pengetahuan lazim dibagi atas bidang-bidang cabang-cabang, misalnya, ilmu kimia dibagi atas kimia organic dan anorganik. Atau ilmu psikologi dapat dibagi antara lain atas psikologi klinis dan psikologi social. Memamng setiap ilmu pengetahuan meliputi bahan yang luas sekali, dan demi alas an praktis para ahli suka membagi ilmunya menjadi berbagai bidang bawahan atau cabang ilmunya.
Demikian ilmu linguistik lazimnya dibagi menjadi bidang bawahan yang bermacam-macam. Misalnya saja, ada Antropologi Linguistik, yaitu cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan oleh para ahli Antropologi Budaya.
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya
Hipotesis Sapir-Whorf saat itu mengatakan bahwa manusia terkungkung oleh bahasa. Bahasalah yang mempengaruhi pandangan hidup manusia. Manusia tidak dapat berpikir kecuali melalui bahasanya. Suatu pandangan yang sudah lama ditinggalkan orang, tetapi masih tetap menarik untuk diperbincangkan.Pandangan yang mungkin lebih banyak bisa diterima orang sampai sekarang adalah pandangan sebaliknya, yakni pandangan yang menganggap bahwa kebudayaan atau masyarakatlah yang mempengaruhi bahasa.
Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika bahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya ( Bandingkan Crystal, 1989:412)
Kemungkinan kepunahan bahasa bisa saja terjadi karena masyarakat sudah sekian lama melunturkan budayanya. Dengan melihat salah satu sisi dalam pemakaian “nama” dan gelar kepemimpinan saja dapat mempengaruhi budaya masyarakat atau sebaliknya.
Misalkan, bahasa Sunda yang memiliki berbagai dialek dan susunan kata bahasa kerap kali dikaburkan penuturnya dengan objek atau subjek yang berbeda. Istilah “abah” sering ditujukan pada kakek. Padahal, kata “abah” adalah kata serapan dari bahasa Arab yang ditujukan untuk orang tua (bapak), yaitu “aba” atau “abun”, “ya’ba”, “abah”. Di Tasikmalaya, misalnya, istilah “abah” ditemukan “abah sepuh” (bapak tua) dan “abah anom” (bapak muda). Sementara itu, di Banten lebih menggunakan “bapak kolot” (kakek). Kiranya, penuturan kata seperti itu dalam masyarakat jawa bukan dilihat hanya faktor usia, tapi dinisbatkan kepada orang-orang yang memang “dituakan” masyarakat, misalnya karena menjadi panutan. Berbeda dengan kata “abu” (bukan nama seseorang) yang bersinonim dengan kata “embah”. Di Bogor, kata “abu” ditujukan untuk perempuan yang sudah tua (nenek). Penuturan seperti itu mungkin sudah menyalahi aturan bahasa, tapi itulah kenyataannya. Seperti halnya dalam panggeugeut (bhs Sunda), nama “Muhammad” menjadi “Mamat” (kadangkala Memet) yang dilihat dari maknanya akan terlihat jauh. “Muhammad” artinya “terpuji” berarti pula diambil dari nama nabi, sedangkan “Mamat” artinya “mati”. Dilihat dari akar bahasanya (bahasa Arab), sebenarnya kata “umi” dan “mamah” memiliki persamaan yang berarti “ibu”. Kata “ibu” bisa juga penyimpangan dari kata “abu”, begitu seterusnya.Itulah fakta kerancuan bahasa yang terjadi di sekitar kita pada umumnya. Dan apabila dikatakan telah terjadi kepunahan, sesungguhnya telah lama terjadi. Pergaulan masyarakat Indonesia dengan suku-suku bangsa dan agama di dunia masa lalu telah mengakibatkan masyarakat banyak menyerap bahasa Asing ke dalam bahasa sehari-hari, termasuk untuk identitas diri. Misal, karena masuknya (para pedagang Arab) Islam abad ke-9 H/14 M, masyarakat banyak mengubah nama ke-Arab-arab-an.
Sistem budaya asing juga merupakan salah satu penyebab pluralitas budaya. Contohnya yaitu bahasa asing yang masuk di Indonesia. bahasa India contohnya yang telah masuk sejak zaman kerajaan kuno. bahasa India sangat mempengaruhi bahasa di Bali. bahasa Arab berpengaruh bagi bahasa Jawa, bahasa Melayu berpengaruh pada bahasa Aceh dan sekitarnya dan bahasa Cina pada bahasa Betawi.
Kalau begitu, apa yang menjadi kekhususan ilmu linguistik? Ahli linguistik berurusan dengan bahasa sebagai bahasa. Itulah “objek”nya. Jadi ahli linguistik tidak berurusan dengan bahasa sebagai sifat khas golongan social, atau bahasa sebagai alat prosedur pengadilan. Hal tersebut masing-asing menjadi urusan ahli psikologi, ahli sosiologi atau ahli hukum. Yang menjadi kekhususan ilmu linguistik adalah bahasa sebagai bahasa.
Ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi antropologi, dan lain sebagainya, sering di sebut ilmu “empiris”. Artinya, ilmu-ilmu tersebut berdasarkan “fakta” dan “data” yang dapat diuji oleh ahli tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya. Demikian pula halnya dengan ilmu linguistik.
Hubungan bahasa dengan kebudayaan memang erat sekali. Mereka saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang paling mendasari hubungan bahasa harus kebudayaan adalah bahasa harus dipelajari dalam konteks kebudayaan dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa. Kajian atau pembicaraan hubungan keduanya pada umumnya dilihat dari ilmu yang mempelajarinya, yakni Antropologi sebagai ilmu yang mengkaji kebudayaan dan linguistik sebagai ilmu yang mengkaji bahasa. Linguistik (ilmu bahasa) dan Antropologi Kultural (ilmu Budaya) bekerja sama dalam mempelajari hubungan bahasa dengan aspek-aspek budaya.
Antropolinguistik juga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh penuturnya serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya secara menyeluruh. Dalam kaitannya dengan materi linguistik kebudayaan, Beratha (1998:45) mengatakan bahwa kajian linguistic kebudayaan memfokuskan kajiannya pada makna alamiah metabahasa dan terdiri atas kajian kebudayaan, kajian komunikasi lintas budaya, kajian etnografi berbahasa, serta kajian kebudayaan dan perubahan bahasa (linguistik diakronis).
Dengan mendengar istilah Antropolinguistik, paling sedikit ada tiga relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang bersangkutan. Artinya, ketika kita mempelajari suatu budaya, kita juga, bahkan harus mempelajari bahasanya dan ketika kita mempelajari budayanya. Kedua, hubungan antara bahasa dengan budaya secara umum. Dalam hal ini, kita tahu bahwa setiap ada satu bahasa dalam satu masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa mengindikasikan budaya: perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau sebaliknya. Oleh karena itu, penghitungan bahasa seolah-olah relevan dengan penghitungan budaya bahkan penghitungan etnik. Ketiga, hubungan antara linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu budaya.
Menurut Segall dkk (1967) bahwa istilah emik-etik pada mulanya dicetuskan oleh Pike (1966) yang kemudian disepakati hingga sekarang oleh para sarjana psikologi lintas budaya. Pike mula-mula melihat adanya gagasan yang sejalan dalam pendekatan antara rumusan dan pengetrapan teori dengan fonetik dan fonemik. Dalam bidang linguistik, fonemik adalah mempelajari pola-pola bunyi yang digunakan dalam suatu bahasa tertentu. Sedangkan fonetik mencoba untuk mengeneralisir hasil-hasil penelitian fonemik dari berbagai bahasa menjadi satu patokan pola-pola bunyi untuk semua bahasa. Dari fonemik dan fonetik Pike mencopot istilah etik dan emik. Berry (1969) merangkum komentar-komentar Pike pada pemilahan emik-etik sebagaimana yang dipakai dalam psikologi,
Bahasa yang berbeda sangat menyulitkan masyarakat yang berkunjung ke daerah yang lain. Misalnya seorang Bugis yang datang ke Bali. Tentu sangat sulit untuk melakukan komunikasi. Atau ada pemberitahuan yang disampaikan kepada khalayak ramai dengan menggunakan bahasa daerah, tentu menimbulkan kesalahpahaman bagi pihak yang tidak mengerti.
Peranan bahasa sangat penting dalam memahami kebudayaan, dan peranan kebudayaan juga sangat penting dalam memahami bahasa. Banyak terjadi kekeliruan, kesalahpahaman, bahkan perselisihan karena orang tidak dapat menggunakan bahasa yang sesuai dengan budaya peserta komunikasi. Di sisi lain, kemarahan dapat menjadi reda apabila salah satu peserta komunikasi dapat menggunakan bahasa yang santun dan mencerminkan budi yang baik. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa komunikasi melalui bahasa akan mencapai sasarannya apabila peserta komunikasi menempatkan bahasa didalam konteks budayanya.
2.Hubungan Bahasa dan Kebudayaan
Keeratan hubungan antara bahasa dengan kebudayaan telah lama dirasakan para linguis dan antropolog sehingga pembicaraan mengenai relasi kedua bidang itu bukanlah topik baru dalam dunia ilmiah, dibawah ada beberapa hubungan bahasa dengan kebudayaan :
1.Bahasa sebagai alat atau sarana kebudayaan.
Dalam hubungan ini, bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, baik untuk perkembangan, transmisi maupun penginventarisannya. Kebudayaan Indonesia dikembangkan melalui bahasa Indonesia. Pemerkaan khazanah kebudayaan Indonesia melalui kebudayaan daerah dan kebudayaan asing, misalnya, dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Khazanah kebudayaan Indonesia tersebut juga disebarkan atau dijelaskan melalui bahasa Indonesia sebab penerimaan kebudayaan hanya bisa terwujud apabila kebudayaan itu dimengerti, dipahami, dan dijunjung masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian, bahasa memainkan peranan penting. Bahkan, sering dinyatakan bahwa kebudayaan dapat terjadi apabila bahasa ada karena bahasalah yang menginginkan terbentuknya kebudayaan.
Bahasa digunakan sebagai ekspresi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan, kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik.
2.Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan.
Bahasa dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan karena pembendarahan suatu bangsa (Alisyahbana, 1979) ialah jumlah kekayaan rohani dan jasmani bangsa yang empunya bahasa itu. Tiap-tiap yang berpikir, tiap-tiap yang berbuat, tiap-tiap yang dialami, malahan tiap-tiap yang ditangkap oleh pancaindra bangsa itu dengan sadar dan yang menjadi pengertian dalam kehidupannya, terjelma dalam kata dan menjadi sebagian dari kekayaan perbendaharaan kata bangsa itu. Dan kata yang berpuluh-puluh dan berates-ratus ribu jumlahnya itu sekali lihat rupanya terpisah-pisah dan cerai-berai, tetapi pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan kebudayaan bangsa yang empunya bahasa itu.


3.Bahasa merupakan hasil dari kebudayaan.
Dikaitkan bahwa bahasa (Levi-Strauss, 1972:68) merupakan hasil kebudayaan. Artinya, bahasa yang dipergunakan atau diucapkan oleh suatu kelompok masyarakat adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan masyarakat tersebut. Pada pelaksanaan upacara ritual, yang masing-masing menggunakan bahasa. Peristiwa budaya semacam itu akan menghasilkan bahasa.
4.Bahasa hanya mempunyai makna dalam latar kebudayaan yang menjadi wadahnya.
Bentuk bahasa yang sama mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan kebudayaan yang menjadi wadahnya. Jika dibandingkan antara 2dua suku bangsa, kita akan melihat perbedaan makna tersebut.
5.Bahasa sebagai persyaratan kebudayaan.
Pengertian bahasa sebagai persyaratan kebudayaan dapat diartikan dalam dua cara. Pertama, bahasa merupakan persyaratan budaya secara diakronis karena kita mempelajari kebudayaan melalui bahasa. Kedua, berdasarkan sudut pandang yang lebih teoritis, bahasa merupakan persyaratan kebudayaan karena materi atau bahan pembentuk keseluruhan kebudayaan, yakni relasi logis, oposisi, korelasi dan sebagainya.
6.Bahasa mempengaruhi cara berpikir.
Bahasa dan berpikir dalam kehidupan manusia adalah dua hal yang sangat mendasar dan saling berhubungan. Kedua hal ini secara khas dan jelas membedakan manusia dari binatang. Dengan bahasa, orang berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan orang lain, sedangkan dengan berpikir, dia dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Berpikir adalah upaya yang kita lakukan dengan jalan mengorganisasikan serta menggunakan berbagai konsep, berbagai pertimbangan, berbagai kebiasaan, dan berbagai kaidah sebelum suatu tindakan dilakukan.
7.Cara berpikir mempengaruhi bahasa.
Sebaliknya, ada anggapan bahwa cara berpikir mempengaruhi cara berbahasa atau dengan kata lain, pikiran yang termasuk kebudayaan mental mempengaruhi bahasa. Dalam hal ini, kebudayaan suatu masyarakat (Wardhaugh, 1986:212) berefleksi di dalam bahasa yang mereka pergunakan. Pikiran (kebudayaan mental) mengarah bahasa menjadi bahasa yang berisi, bermakna, dan bermanfaat. Kerusakan pikiran seseorang akan mempengaruhi bahasanya. Jika pikiran seseorang kacau, maka bahasanya juga akan kacau. Pada suatu saat bahasa seseorang mungkin bagus dan terpelihara, tetapi di saat lain bahasanya kurang terjaga. Hal itu sangat tergantung pada keadaan pikiran ketika dia berbahasa. Mungkin, bahasa orang gila masih dapat dimengerti, tetapi makna, manfaat, dan tujuannya tidak dapat dipahami. Padahal, bahasa sebagai suatu system komunikasi harus dapat dipahami makna dan tujuannya terutama bagi peserta komunikasi (penyapa dan pesapa).
8.Tata cara berbahasa dipengaruhi norma-norma budaya.
Hubungan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa di dalam tindak komunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya. Tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya yang hidup dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakan bahasa tersebut. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budayanya, maka dia tidak jarang dituduh orang yang aneh, egois, sombong, acuh, tidak beradat atau bahkan tidak berbudaya.
9.Bahasa ditransmisi secara kultural.
Artinya, kemampuan berbahasa ditransmisi dari generasi kegenerasi dengan proses belajar dan bukan secara genetik. Pernyataan ini bukanlah menyangkal bahwa anak-anak dilahirkan dengan kemampuan bawaan (batiniah) terhadap bahasa, melainkan menegaskan perbedaan antara bahasa manusia dengan system komunikasi hewan.
10.Kebudayaan merupakan hasil komunikasi.
Inti dasar kebudayaan sebagaimana sudah dijelaskan di atas adalah segala sesuatu dalam rangka kehidupan masyarakat sebagai hasil proses belajar. Sesuatu yang dimaksud di sini adalah ide, tindakan, dan hasil karya manusia. Ketiga-tiganya tercipta dan menjadi bermanfaat dalam kehidupan manusia karena interkasi antar manusia di dalam masyarakat itu. Interaksi manusia hanya akan dapat terwujud apabila terjadi komunikasi. Tiada interaksi tanpa komunikasi. Itulah sebabnya interaksi sering diasosiasikan dengan komunikasi.
11.Perubahan kebudayaan mempengaruhi perubahan bahasa.
Hubungan antara bahasa dengan kebudayaan yang masih sangat perlu mendapat perhatian adalah mengenai perubahan bahasa yang diakibatkan perubahan budaya. Perubahsan bahasa yang diakibatkan perubahan budaya lebih menonjol pada aspek leksikon (kosakata) daripada aspek-aspek linguistik lain baik mengenai bentuk maupun mengenai makna leksikon itu. Perubahan bahasa secara leksikon dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu : (1) penghilangan, (2) penambahan, (3) perluasan, (4) penyempitan, dan (5) pertukaran. Kelima hal itu akan dijelaskan dalam tulisan ini dengan mengambil contoh-contoh dari bahasa Indonesia dan sedikit dari salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara.
12.Bahasa sebagai perekat emosi budaya.
Hubungan bahasa sebagai perekat emosi budaya ini perlu juga dibuktikan dengan pergi ke Berastagi untuk membeli jeruk dengan menggunakan bahasa Karo dan bahasa Inggris. Mungkin, harga jeruk itu lebih murah dengan menggunakan bahasa Inggris. Kalau begitu, hubungan bisnis kita dengan orang Tionghoa akan lebih lancar jika kita dapat menggunakan bahasa Cina.
13.Bahasa sebagai pengarah pikiran.
Pengarah pikiran ini akan lebih efektif lagi apabila pembicara menggunakan kemampuan berbahasa, kemampuan komunikasi, dan kemampuan retorika yang memiliki daya pikat seperti yang diperankan oleh seorang dosen, penceramah, juru kampanye, dan ahli pidato yang komunikatif.






Daftar Pustaka

Alisyahbana, Sutan Takdir
1979 Arti Bahasa, Pikiran, dan Kebudayaan dalam Hubungan Sumpah Pemuda 1928 (Pidato Sambutan Sutan Takdir Alisyahbana pada Upacara Penyerahan Gelar Doctor Honoris Causa pada Tanggal 27 Oktober 1979 oleh Universitas Indonesia). Jakarta: PT Dian Rakyat.
Anonim
2008 Transformasi Budaya dalam bahasa, Jurnal Najmu. Available at : www.Jurnalnajmu.com, Accessed on 10 Nov 2008.
Beratha, Ni Luh Sutjiati
1998 “Materi Linguistik Kebudayaan” dalam Linguistik Tahun V edisi 9, September 1998. Denpasar: Program Magister (S2) Linguistik, Universitas Udayana. Hal 45.
Koentjaraningrat
1980 Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.
Levi-Strauss, Claude
1972 Structural Anthropology, Great Britain: Penguin Books.
Segal, Jeanne
1997 Raising Your Emotional Intelligence. Diterjemahkan: Meningkatkan Kecerdasan Emosional : Program untuk Memperkuat Naluri dan Emosi Anda oleh Dian Parameti bahar (1999). Jakarta: Citra Angkasa Publishing.
Sibarani, Robert
2004 Antropolinguistik, PODA, Medan.
Wardaugh, Ronald
1986 An Introduction to Sociolinguitics. New York: Basil Blackwell.


Verhaar, J.W.M
1999 Asas-asas Linguistik Umum, Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 3-8.

PERAN SUAMI-ISTRI DALAM MEMAJUKAN PROGRAM

Pendahuluan

Dalam kurun waktu tiga dasawarsa. Program Keluarga Berencana (KB) nasional telah mecapai keberhasilan yang cukup menggembirakan. Itu terlihat pada makin diterimanya norma keluarga kecil sebagian kecil sebagai bagian dari tata kehidupan masyarakat, juga tercermin dari meningkatnya angka keikutsertaan ber-KB, mengecil rata-rata jumalh anak yang dimiliki keluarga, menurunnya angka kematian ibu, bayi, dan anak, serta menurunna angka pertumbuhan penduduk.
Hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000 menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta dan 206,2 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen pada periode 1990-2000, atau lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1970-1980 yang 2,32 persen, dan periode 1980-1990 yang 1,97 persen. Menurunnya laju pertumbuhan penduduk juga disertai meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat.
Misalnya, usia harapan hidup meningkat dari 60 tahun pada tahun 1990 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2000. Angka kematian bayi pun menurun dari 71 pada 1990 menjadi 48 di tahun 2000 dari per 1.000 kelahiran hidup. Hasil Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SDKI 2002-2003) menunjukkan, angka kematian bayi menurun, yakni 35 per 1.000 kelahiran hidup. Ini didukung oleh makin meningkatnya proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, dari sekitar 40 persen pada tahun 1992 menjadi sekitar 70 persen pada tahun 2002.
Keberhasilan dalam pengendalian pertumbuhan penduduk ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kelahiran yang cukup bermakna. Pada tahun 1971, angka kelahiran total (TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih dari 50 persen menjadi 2,6 anak (SDKI, 2002-2003). Penurunan TFR ini pada umumnya sebagai akibat dari meningkatnya pemakaian alat Kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur. Pada tahun 1971, angka prevalensi kurang dari 5 persen, meningkat menjadi 26 persen pada tahun 1980, 48 persen pada tahun 1987, 57 persen pada 1997, dan sebesar 60 persen di tahun 2003.

Pembahasan

Pada penggunaan alat kontrasepsi bagi kalangan suami/pria tampaknya masih belum bisa dikatakan membudaya atau berhasil. Ini terbukti dengan penelitan terakhir di daerah Palembang yang menyatakan bahwa hanya 2,9 % laki-laki disana mengunakan alat kontrasepsi seperti kondom.
Penggunaan alat kontrasepsi kurang membudaya disebabkan oleh beberapa faktor yang melingkupinya. Salah satu faktornya yaitu karena masih kurang tersedianya jenis alat kontrasepsi untuk jenis kelamin pria. Selain itu terjadi karena masih adanya persepsi dikalangan ini bahwa masalah KB adalah urusan Wanita.
Keenganan kaum suami untuk ikut KB terutama disebabkan pengetahuan dan pilihan jenis kontrasepsi yang terbatas dibanding kontrasepsi pada wanita. Selama ini cara kontrasepsi pria yang dikenal hanyalah senggama terputus, penggunaan kondom, dan sterilisasi atau vasektomi. Oleh karena itu, untuk mendorong kaum pria/suami ikut berperan dalam program KB perlu dipikirkan penyediaan jenis kontrasepsi sehingga mereka mempunyai beberapa pilihan.
Begitu juga peran suami dalam di NTB masih kurang di laksanakan sehingga program KB tidak berjalan sesuai dengan harapan di Indonesia. Sebab pemerintah di NTB memperoleh bantuan dana dari Amerika Serikat Desecntralization Health Services (DHS) untuk program KB tersebut dan jumlahnya tak tanggung-tanggung yang mencapai Rp7,5 Miliar dan bantuan tersebut dikatakan akan bergulir selama 5 tahun mulai tahun 2006 dan setiap tahun diberikan dana Rp1,5 miliar. Bantuan dana luar negeri tersebut akan dipergunakan untuk berbagai kegiatan dalam memajukan program KB di daerah ini seperti penyuluhan dan pemenuhan berbagai alat kontrasepsi. Kegiatan penyuluhan program KB juga akan difokuskan kepada akseptor bukan hanya bagi perempuan tetapi juga laki-laki, karena keikutsertaan kaum lelaki dalam dalam ber-KB hanya 0,5%. Untuk itu,sasaran program KB tahun 2006 antara menngkatkan keikutsertaan kaum suami/pria dalam ber-KB menjadi 0,7% hingga 1%.
Selama tujuh tahun terakhir, kampanye/penyuluhan program KB cenderung hanya di tujukan kepada keluarga miskin. Salah satunya dengan cara membagikan alat kntrasepsi secara gratis di pusat-pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Jumlah miskin hanya 20 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan demikian, yang tidak miskin jumlahnya lebih banyak. Jadi jika Program KB ditujukan untuk keluarga miskin, maka besar kemungkinan yang ber-KB akan lebih banyak, untuk itu sebaiknya program KB jangan dipilah-pilah, tetapi berlaku untuk semua keluarga.
Pada tahun 1992 ditemukan oleh Shafik dkk di Mesir cara kontrasepsi mekanik baru pada pria, yaitu dengan membungkus scrotum yang mengandung testis di dalamnya dengan bahan kain polliester. Setelah 140 hari pria itu menjadi azoospermia. Keadaan ini bersifat sementara, dan akan kembalinormal setelah 6 bulan jika laporanin benar dan konsisten hasilnya, maka akan merupakan harapan baru di masa mendatang bagi para suami.
Alat kontrasepsi untuk pria tersedia untuk saat ini hanya kondom dan tubektomi sementara untuk wanita pilihan untuk alat kontrasepsinya banyak. Dengan demikian alat kontrasepsi pria saat ini belum dpat dikatakan memuaskan sebagai kontrasepsi mantap dan aman.
Ber-KB atau menggunakan kontrasepsi, bagi suami istri, sebenarnya tidak cuma bermanfaat untuk program yang berkaitan dengan keturunan, tetapi bisa juga bermanfaat untuk kesehatan seksual. Kondom, IUD, pil, suntik, adalah sebagian fasilitas KB yang dipilih oleh suami istri sebagai upaya mengatur kelahiran anak, atau mencegah kehamilan. Kebanyakan pasangan yang berniat menggunakan kontrasepsi, semula bertujuan mencegah atau menunda kehamilan, karena mereka sudah terlanjur memiliki banyak anak.
Jika kontrasepsi digunakan oleh pasangan suami istri yang terlanjur punya banyak anak, tentu saja hal ini kurang sesuai dengan sasaran. Dalam hal ini, program KB terlambat dilaksanakan. Dan penyebabnya mungkin selama ini penyuluhan atau promosi cenderung cuma bertujuan membatasi jumlah anak. Padahal, bagi masyarakat di Indonesia, masih banyak yang percaya pada mitos. Misalnya, banyak anak akan banyak rezeki. Banyak anak akan banyak kegembiraan di hari tua (jika semua anaknya bisa bergantian membahagiakannya).
Masalah kesehatan seksual untuk masa sekarang makin dianggap hal utama bagi kehidupan keluarga (perkawinan), setelah banyak media secara terbuka dan terus menerus memaparkannya, lewat rubrik konsultasi seks dan sejenisnya. Dan semua jenis kontrasepsi, sebagai fasilitas program KB, sebenarnya bermanfaat untuk kesehatan seksual bagi penggunanya.
Misalnya, kondom bagi banyak suami istri ternyata sangat membantu mereka untuk menikmati kehidupan seksual yang sehat dan memuaskan. Jangan heran jika sekarang banyak istri yang justru membelikan kondom untuk dipakai suaminya, karena alat kontrasepsi tersebut selalu membuat istri sangat mudah menikmati kehidupan seksual yang sehat dan memuaskan.
Bicara tentang program Keluarga Berencana (KB) secara nasional, tak akan lepas dari peran serta kaum perempuan. Kesuksesan demi kesuksesan program KB nasional yang dinyatakan dengan berbagai penghargaan dari dunia internasional lepada pemerintah Indonesia, bisa jadi adalah pengakuan terhadap kesadaran perempuan Indonesia akan arti penting kesejahteraan keluarga lewat program pengaturan kelahiran atau KB.
Peran perempuan dalam memajukan program KB sebagai bagian dari upaya pembangunan bidang kependudukan memang tak diragukan lagi. Saat ini, dari sekitar 29 juta akseptor KB, lebih dari 90 persennya adalah kaum perempuan. Sementara peran pria, belum maksimal, meski telah banyak dilakukan sosialisasi dan advokasi.
Tantangan terbesar program KB di era desentralisasi yang telah berjalan hampir tiga tahun ini, cukup besar. Di tengah masa transisi kewenangan antara pusat dan daerah, utamanya di tingkat Kabupaten/Kota, peran KB juga diminta untuk lebih inovatif dalam arti tak sekedar memasyarakatkan alat kontrasepsi.
Sejalan dengan semangat desentralisasi, melalui keputusan presiden No 103/2001, pengelolaan program KB pun dilaksanakan secara otonomi oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Sejak 2,5 tahun ini, dari 433 Kabupaten/Kota di 32 provinsi (di luar DKI Jakarta), 415 atau 95,84 persen diantaranya telah memiliki lembaga sendiri. Dari 415 kabupaten/kota yang telah memiliki lembaga KB tersebut, 348 diantaranya dibentuk berdasarkan peraturan daerah (perda) sementara 67 diantaranya berdasarkan keputusan bupati/walikota.
Dalam kehidupan perempuan, keluarga yang dimiliki dengan jumlah anak yang ideal, merupakan upaya kesehatan reproduksi yang optimal. Dengan seringnya melahirkan, perempuan sangat berisiko dalam hal kesehatan alat reproduksinya.