Jumat, 01 Januari 2010

Paradigma Antropologi

Dalam paradigma Antropologi terdapat dua tugas utama yang komprehensif dan progresif. Yang pertama yaitu mengonstruksi paradigma yang berakna produktif yang mampu menjelaskan fenomena manusia yang signifikan. Kedua, mempertajam paradigma tersebut tersebut dengan analisis kritis dan komparatif. Paradigma Antropologi terlebih dahulu dibagi menjadi dua arus besar yang dapat didiskusikan yaitu sinkronis dan diakronis. Adapun 5 paradigma Antropologi yang akan saya angkat dari beberapa paradigma Antropologi yang ada, yakni:
1. Evolusionisme klasik, paradigma ini pertama kali menemukan identitasnya yang jelas dan displin ini berkembang pada akhir abad ke-19. Paradigma ini khususnya pada Lewis Henry Morgan (1977) dan Edward B. Taylor (1871) berupaya menelusuri perkembangan kebudayaan manusia sejak yang paling awal, asal usul primitive, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling kompleks. Paradigma ini mengalami kendala karena mengandalkan data tangan kedua, suatu etnosentrisme implicit, dan kecenderungan menghasilkan teori-teori yang spekulatif dan tidak bisa diuji. Akan tetapi, evolusionisme klasik memilikiandil besar bagi pengembang metode komparatif, yang terbukti merupakan kontribusi amat penting bagi antropologi.

2. Struktural-fungsionalisme, paradigma ini dikembangkan terutama di inggris, khususnya oleh A. R. Radceliffe-Brown (1952) dan B. Malinowski (1922). Prinsip yang melandasi paradigma ini adalah analogi biologi : struktural-fungsionalisme berasumsi bahwa komponen-komponen system sosial, seperti halnya bagian-bagian tubuh suatu organisme, berfungsi memlihara integritas dan stabilitas keseluruhan system. Di Amerika Serikat, paradigma ini menimbulkan dampak terbesar terhadap kalangan sosiolog, di mana Talcott Parsons (1937) adalah salah satu tokoh yang terpenting. Paradigma structural-fungsionalisme secara utuh hanya mengilhami sedikit, itu pun kalau masih ada, penelitian Antropologi masa kini, akan tetapi bagaimana pun konsep fungsi selalu tersirat dalam semua teori Antropogi mengenai struktur masyarakat.



3. Strukturalisme, Paradigma ini dibangun oleh ahli Antropologi Prancis Claude Levi-Strauss (1963; 1976). Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pemikiran manusia—yakni, struktur dari proses pikiran manusia—yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas-budaya. Strukturalisme berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut oposisi binary, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan, dan makanan.


4. Antropologi Psikologi, Pertama kali dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1920-an, pada mulanya disebut “ kebudayaan dan kepribadian”. Anropologi psikologi menekspresikan dirinya dalam tiga topik besar: hubungan antara kebudayaan dan kepribadian individu; dan hubungan antara kebudayaan dan tipe kepribadian khas masyarakat. Penelitian dalam Antropologi psikologi terutama terletak pada konsep-konsep dan teknik-teknik yang dikembngkan dalam psikologi (lihat Campbell dan Naroll 1972). Kedua tokoh kunci dalam sejarah paradigma ini adalah Margaret Mead (1928) dan Ruth Benedict (1934). Paradigma ini masih cukup berpengaruh hingga pertengahan tahun 1980-an, tetapi kemudian surut setelah itu.

5. Antropologi Simbolik, Paradigma ini dibangun atas asumsi bahwa manusia adalah hewan pencari makna,dan berupaya mengungkapkan cara-cara simbolik di mana manusia secara individual, dan kelompok-kelompok kebudayaan dari manusia, memberikan makna pada kehidupannya. Juga disebut “Antropologi interpretif”, paradigma ini berpengaruh besar dalam Antropologi hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar